Percuma menyiksa diri dengan berhenti total menyantap makanan favorit, sementara masih ada 80 % kolesterol yang tetap mengancam dari dalam tubuh.
Kalau ada “oknum” yang paling sering dijadikan kambing hitam, saat kesehatan terganggu, sepertinya kolesterol pantas menduduki peringkat pertama. Soalnya, senyawa yang satu ini kerap dituding sebagai penyebab utama timbulnya sejumlah penyakit yang bisa berakibat fatal. Dari tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner hingga stroke. Tak heran bila banyak orang menganggap kolesterol sebagai musuh besar yang sangat ditakuti sekaligus mati-matian menghindarinya.
Celakanya, kolesterol juga punya wajah lain. Ia kerap diindentikan dengan berbagai makanan lezat yang menjadi favorit banyak orang. Sebut saja seafood (udang, kepiting, kerang), jeroan, gorengan, hingga berbagai jenis makanan cepat saji yang penuh lemak. Alhasil, bagi banyak orang, kolesterol dibenci tapi sekaligus dirindukan.
Tapi apa sih, sebetulnya kolesterol itu? Setidaknya, ada tiga jenis kolesterol yang harus dikenali. Pertama, kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein). Inilah yang biasa disebut kolesterol jahat. Tingginya kadar LDL akan mengakibatkan penumpukan kolesterol di pembuluh arteri yang menyebabkan terjadinya penyempitan. Kondisi inilah yang beresiko besar menimbulkan penyakit jantung koroner. Kedua, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang dijuluki kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan LDL dari pembuluh darah arteri. HDL bisa mencegah terjadinya pengendapan kolesterol di arteri sekaligus mencegah pembentukan plak pada dinding pembuluh darah. Lalu yang ketiga, Trigliserida (TG) yaitu sejenis lemak dalam darah dan berbagai organ tubuh.
Bahaya kolesterol memang tidak dapat dianggap enteng. Seperti diketahui, 80 % kolesterol dihasilkan di dalam tubuh kita sendiri, sementara 20 % sisanya berasal dari luar tubuh, antara lain dari makanan dan minuman yang kita konsumsi. Selain itu, menurut Prof. Dr. Harmani Kalim dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta dan Departemen Kardiologi & Kedokteran Vaskular, FKUI, kondisi kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia) pada seseorang bisa disebabkan dua hal. Pertama, karena genetis, dan kedua akibat pola hidup dan pola makan yang tidak sehat.
”membatasi konsumsi makanan dan minuman berkolesterol tinggi, tentu harus dilakukan. Kalau tak bisa menyetopnya, setidaknya cukup membatasi konsumsinya, sehingga asupan kolesterol dari luar bisa dikendalikan” ujarnya
Namun, yang tak kalah penting adalah mengendalikan kadar kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Jadi, percuma saja anda menyiksa diri dengan berhenti total menyantap makanan-makanan favorit Anda, sementara masih ada 80 % kolesterol yang tetap mengancam kesehatan Anda.
Untuk itu, ujar prof Harmani, hanya ada satu cara yaitu dengan membenahi pola hidup dan pola makan. Berolahraga secara rutin, mengendalikan berat badan, menjalani diet rendah lemak, stop merokok, serta rutin memeriksakan diri ke dokter dan melakukan cek darah (setidaknya enam bulan sekali)
Tapi, bagaimana bila kadar kolesterol tetap tinggi? Atau kadar kolesterolkita sudah terlanjur sangat tinggi sehingga sulit untuk diturunkan? Menurut Prof Harmani, kondisi seperti ini kemungkinan dialami oleh orang-orang yang kadar kolesterolnya tinggi secara genetis (akibat kerja reseptor LDL di sel hati kurang baik) Apalagi usaha pembenahan pola hidup paling banyak hanya bisa mengurangi kadar LDL sebanyak 15 %. ”Untuk orang-orang dengan kondisi ini, mau tak mau dibutuhkan bantuan obat” katanya
Sekarang sudah tersedia obat-obatan untuk mengatasi kolesterol tinggi, yang intinya untuk menyeimbangkan kadar kolesterol (LDL, HDL, TG) di dalam tubuh. Jadi, kita tak perlu lagi perang terus menerus dengan kolesterol, bukan???
diambil dari Koran Tempo edisi Rabu 22 April 2009