Di tanah air ini paling mudah bikin jama’ah keagamaan. Berawal dari sebuah kelompok pengajian, majelis taklim, pondok pesantren lalu tiba-tiba menjadi sebuah jamaah yang mempunyai aliran dan ciri sendiri. Ini bisa bernilai positif, tapi fenomena yang ada bisa menyatakan sebaliknya. Banyak tiba-tiba didirikan aliran baru, yang dipimpin oleh seorang syeikhnya yang membawa ajaran aneh. Ada yang memproklamirkan diri sebagai nabi kontemporer. Ada juga yang merubah bacaan sholat menjadi bahasa Indonesia, hingga sebuah jamaah yang terkenal menganggap umat Islam lain selain kelompoknya kafir dan najis. Aneh ya????
Nah, Nunmajenun ini tergolong orang yang cukup bandel berurusan dengan sebuah jamaah yang aneh tersebut. Setiap pulang dari kuliah ia menyempatkan diri untuk sholat di masjid milik kelompok tersebut, padahal ia tahu persis bagi mereka dirinya adalah najis. Orang lain sholat di dalamnya, berarti mengotori kesucian masjid.
Dan benar saja, selepas Nunmajenun ini pergi, dua orang yang sepertinya petugas masjid tersebut menggerutu kesal lalu mengepel lantai bekas tempat sang ikhwah sholat.
Begitu terjadi hampir setiap hari, ikhwah kita ini memang cukup percaya diri untuk sholat di masjid tersebut. Padahal ia tahu persis, sepeninggalnya petugas masjid akan segera membersihkan tempat sholatnya itu.
Ikhwah kita ini cukup bandel dan terus mengulang aktifitasnya tersebut, hingga suatu ketika matanya terbelalak melihat sebuah tulisan yang terpampang di sebelah pintu masjid. Tulisan itu seolah ditujukan khusus untuk dirinya.
”LAIN KALI, HARAP YANG SHOLAT DI MASJID INI LANGSUNG MENGEPEL SENDIRI, TERTANDA PENGURUS MASJID”
Sang ikhwan tersenyum penuh kemenangan. Kebandelannya cukup membuat petugas masjid kewalahan. Makanya, siapa suruh menganggap sesama muslim kafir dan najis?
(cerita ini saya ambil dari buku saku karangan Mas Nasirun Purwokartun)